Kapolri Mentahkan Argumentasi Setya Novanto soal "Legal Standing" Rekaman
Kapolri Mentahkan Argumentasi Setya Novanto soal "Legal Standing" Rekaman
Selasa, 8 Desember 2015 | 17:18 WIB
BOGOR, KOMPAS.com —
Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mematahkan argumentasi Ketua
DPR Setya Novanto yang menyatakan rekaman Presiden Direktur PT Freeport
Indonesia Maroef Sjamsoeddin atas percakapan dengannya pada 8 Juni 2015
tidak sah.
Menurut Kapolri, rekaman bisa dilakukan oleh siapa saja sebagai dokumen pribadi atau sebagai langkah antisipasi jika terjadi masalah pada kemudian hari.
Badrodin memberikan analogi seperti rekaman yang dilakukan dengan menggunakan kamera CCTV.
Rekaman menggunakan CCTV juga tidak memerlukan izin karena bersifat untuk dokumentasi dan mengantisipasi terjadinya masalah.
"Ini yang dipermasalahkan apanya? Kalau Anda bertamu di ruang tamu saya juga ada CCTV," ujar Badrodin di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/12/2015).
"Kalau saya ngomong sama tamu, terus kemudian ada masalah kan bisa saya buka. Ini loh, saya tidak ngomong seperti itu," kata dia.
Karena itu, Badrodin menyatakan bahwa rekaman pembicaraan Setya Novanto bersama pengusaha migas Riza Chalid dapat dijadikan bukti untuk mengawali penyelidikan.
Meski demikian, Badrodin mengatakan bahwa Polri masih menunggu penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait kasus tersebut.
"Ya bisa saja. Jangankan rekaman, tulisan, jejak kaki pun bisa jadi alat bukti. Puntung rokok juga bisa jadi (alat bukti), jadi tidak ada masalah," ucapnya.
Ketua DPR RI Setya Novanto menilai, tindakan perekaman yang dilakukan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin atas percakapan dengannya pada 8 Juni 2015 tidak sah.
(Baca: Setya Novanto: Rekaman Maroef Melawan Hukum, Ilegal, dan Tak Bisa Jadi Alat Bukti)
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Demokrat, Guntur Sasono, mengatakan bahwa Novanto menganggap Maroef tidak memiliki legal standing untuk merekam pembicaraan itu.
"Beliau (Novanto) tidak menerima apa yang disampaikan pengadu. Rekaman seolah-olah tidak sah. Alasannya karena dia (Maroef) tidak memiliki legal standing," kata Guntur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Rekaman pembicaraan yang melibatkan Novanto, Maroef, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid itu menjadi salah satu alat bukti yang diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ketika membuat laporan ke MKD.
Rekaman berdurasi 120 menit itu telah diputar saat sidang-sidang MKD yang menghadirkan Sudirman dan Maroef.
Guntur mengatakan, Novanto menganggap tindakan Maroef merekam pembicaraan itu ilegal dan telah melanggar hukum. Hal itu disebabkan Maroef merekam percakapan tanpa ada izin.
Menurut Kapolri, rekaman bisa dilakukan oleh siapa saja sebagai dokumen pribadi atau sebagai langkah antisipasi jika terjadi masalah pada kemudian hari.
Badrodin memberikan analogi seperti rekaman yang dilakukan dengan menggunakan kamera CCTV.
Rekaman menggunakan CCTV juga tidak memerlukan izin karena bersifat untuk dokumentasi dan mengantisipasi terjadinya masalah.
"Ini yang dipermasalahkan apanya? Kalau Anda bertamu di ruang tamu saya juga ada CCTV," ujar Badrodin di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/12/2015).
"Kalau saya ngomong sama tamu, terus kemudian ada masalah kan bisa saya buka. Ini loh, saya tidak ngomong seperti itu," kata dia.
Karena itu, Badrodin menyatakan bahwa rekaman pembicaraan Setya Novanto bersama pengusaha migas Riza Chalid dapat dijadikan bukti untuk mengawali penyelidikan.
Meski demikian, Badrodin mengatakan bahwa Polri masih menunggu penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait kasus tersebut.
"Ya bisa saja. Jangankan rekaman, tulisan, jejak kaki pun bisa jadi alat bukti. Puntung rokok juga bisa jadi (alat bukti), jadi tidak ada masalah," ucapnya.
Ketua DPR RI Setya Novanto menilai, tindakan perekaman yang dilakukan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin atas percakapan dengannya pada 8 Juni 2015 tidak sah.
(Baca: Setya Novanto: Rekaman Maroef Melawan Hukum, Ilegal, dan Tak Bisa Jadi Alat Bukti)
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Demokrat, Guntur Sasono, mengatakan bahwa Novanto menganggap Maroef tidak memiliki legal standing untuk merekam pembicaraan itu.
"Beliau (Novanto) tidak menerima apa yang disampaikan pengadu. Rekaman seolah-olah tidak sah. Alasannya karena dia (Maroef) tidak memiliki legal standing," kata Guntur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Rekaman pembicaraan yang melibatkan Novanto, Maroef, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid itu menjadi salah satu alat bukti yang diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ketika membuat laporan ke MKD.
Rekaman berdurasi 120 menit itu telah diputar saat sidang-sidang MKD yang menghadirkan Sudirman dan Maroef.
Guntur mengatakan, Novanto menganggap tindakan Maroef merekam pembicaraan itu ilegal dan telah melanggar hukum. Hal itu disebabkan Maroef merekam percakapan tanpa ada izin.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
| Penulis | : Indra Akuntono |
| Editor | : Bayu Galih |
-
Nama akun ini disensor
Selasa, 8 Desember 2015 | 18:00 WIBBiarpun sidang emkade mirip dagelan ketoprak, mininal bagus utk buka mata telinga rakyat siapa sebenarnya yg mendukung koruptor2 kelas berat??!! Kita tonton aja yuk!!
-
-
Adi Basuki
Selasa, 8 Desember 2015 | 18:09 WIBmaklum taunya cuma kalau pakai alasan lain pasti kalah maklum makamah konco dewe
-
-
Agus Ellan
Selasa, 8 Desember 2015 | 17:53 WIBBesok2 jd anggota DPR gak.perlu sekolah tinggi2, yg lulusan SD.juga bisa...tuh buktinya yg jadi ketua DPR gak tau legal standing seperti apa....padahal kerjaannya bikin undang2
-
-
Nama akun ini disensor
Selasa, 8 Desember 2015 | 17:51 WIBINI ZONK NGUMPET DI GOT SAMA TIKUS-TIKUS GOT X YAAA,,,,,,HAHAHAHAHA
-
ari kosong
Selasa, 8 Desember 2015 | 17:34 WIBNaaa, sekarang hayooo ngacir lagi sana k gerombolanmu buat peraturan/UU baru buat dukung you punya klaim bos, btw peraturan2 yang you buat nilainya sama dengan dolar Zimbabwe : sampah kertas

non-block