Golongan darah bisa mencerminkan kepribadian manusia, masa sih?
Beberapa
waktu lalu, pas gue lagi asik jalan ke salah satu toko buku, gue
melihat sebuah pemandangan yang membuat gue tersenyum miris. Di dekat
kasir, ada satu bagian khusus tumpukan buku
Best Seller. Di antara tumpukan buku tersebut, ada satu buku yang dipajang secara mentereng.
Buku tersebut berisi kartun-kartun lucu yang menggambarkan kategorisasi kepribadian manusia (
personality)
berdasarkan golongan darah. Kemungkinan besar kalian juga familiar
dengan buku ini. Selain di buku, strip komik golongan darah juga banyak
banyak mewarnai media sosial gue, dari
timeline LINE sampe Path. Bisa jadi lo adalah salah satu orang yang suka
share strip komik ini sambil nulis status, “
Nah, ini gue banget nih. Gol. darah B emang ga suka diatur!”
Terus apanya yang miris dari hal itu? Gue miris karena ngeliat
bahwa banyak masyarakat yang masih menggemari hal-hal yang faktanya
ngaco, tapi sok-sok mengambil istilah dari sains, atau istilah kerennya
biasa disebut
pseudosains. Tapi gak jarang juga sih kegemasan gua sama sikap cuek masyarakat terhadap pseudosains ini dianggap lebay...
“Elah, komik golongan darah kan buat
lucu-lucuan doang. Kurang kerjaan banget sih pake diseriusin segala. Ga
ada bahayanya keleus...”
Banyak yang tidak menyadari, konsep kepribadian golongan darah yang
tidak berdasar tersebut mengandung potensi bahaya dan telah menimbulkan
masalah sosial. Waduh. Seserius itu kah? Yak, komik strip yang mungkin
kalian liat cuma sekedar buat lucu-lucuan doang itu ternyata beranjak
dari konsep yang dulunya lahir dengan motif rasisme.
Nah, kalo di tulisan
10 Mitos Sains yang Masih Banyak Dipercaya Orang, gue hanya menyinggung sedikit, pada kesempatan kali ini gue mau cerita panjang lebar nih tentang konsep ini.
Apakah bener golongan darah bisa digunakan untuk memprediksi/membaca kepribadian seseorang?
Apakah mengkategorikan kepribadian berdasarkan golongan darah adalah sesuatu yang valid atau sama aja ga jelasnya dengan astrologi?
Untuk menjawab pertanyan itu, gue akan mulai cerita dari apa golongan
darah itu sendiri, sejarah awalnya, kenapa sistem ini masih bertahan
dan dipercaya luas, sampe masalah sosial yang ditimbulkan, khususnya di
negara asalnya.
Okay,
stay with me.
Apa Itu Golongan Darah?
Pertama-tama, tentunya kita harus tau dulu dong golongan darah itu
apa. Di bagian ini gue mau menjelaskan golongan darah sistem ABO seperti
yang digunakan di komik populer itu. Mungkin penjelasan gue agak
panjang sampai merembet ke transfusi darah, tapi sengaja gue lakukan
biar lo kebayang sendiri esensi dari golongan darah dan kaitannya (atau
ketidakterkaitannya) ke kepribadian manusia. Ya itung-itung buat bantu
lo juga lah belajar memperkuat konsep
Sistem Peredaran Darah.
Buat yang udah rada lupa tentang bagian-bagian Darah, lo bisa simak
video zenius.net ini dulu sebelum lanjut ke pembahasan golongan darah.

Sistem golongan darah pertama kali ditemukan oleh seorang ahli biologi Austria bernama
Karl Landsteiner
pada 1901. Pada masa itu, sang ilmuwan kita ini penasaran, kenapa pada
saat melakukan transfusi darah, ada beberapa pasien yang menjalani
transfusi dengan berhasil, tapi ada pula pasien yang meninggal ketika
transfusi dilakukan. Jikalau semua darah sama aja, kenapa ada transfusi
yang berhasil, dan ada yang tidak? Hasil penelitiannya untuk menjawab
pertanyaan tersebut kemudian membuat Karl Landsteiner memenangkan Nobel
pada 1930.
Golongan darah adalah sistem klasifikasi darah berdasarkan ada atau
tidaknya antigen tertentu di permukaan sel darah merah (eritrosit).
Untuk mempermudah ilustrasi, gue akan menggunakan analogi donat dan
taburan di permukaannya (
topping). Kenapa gue pake analogi ini?
Karena eritrosit yang berbentuk bulat pipih dan cekung di tengah,
sepertinya agak mirip dengan donat. Hehehe.
Ada 4 tipe donat. Sebagian orang di dunia ini punya donat dengan
taburan di permukaannya (anggap saja kismis) yang menyerupai A. Kita
sebut saja orang2 yang punya donat ini, Tipe A. Sebagian orang lain
punya donat dengan
topping pada permukaannya yang menyerupai B.
Kita sebut orang2 yang punya donat ini, Tipe B. Sebagian orang lagi,
sepertinya agak rakus, punya donat dengan
topping A dan B. Sebut saja orang dengan donat ini, Tipe AB. Ada pula orang-orang yang suka donatnya polos, ga pake
topping. Kita sebut orang2 dengan donat polos itu, Tipe O. Jangan terkecoh. Ga ada ya
topping O. Mungkin lebih
make sense kalo kita bilang,
type zero.
Jadi maksud analogi donat dan taburan di atasnya itu apa? Donat itu adalah eritrosit. Taburan/
topping adalah
antigen yang nempel di permukaan eritrosit. Donat tipe A sampe O,
masing-masing adalah golongan darah A, gol.darah B, gol.darah AB, dan
gol. darah O.

Antigen itu sendiri apa?
Antigen adalah zat (biasanya berupa protein atau polisakarida) yang memicu respon kekebalan dalam tubuh. Karena antigen A atau B udah “alami” terdapat dalam tubuh, antigen A atau B teridentifikasi sebagai bagian dari tubuh kita (
self antigen). Di sisi lain, tubuh kadang kemasukan antigen asing (
foreign antigen) dari lingkungan luar yang berpotensi menimbulkan kerusakan, bisa melalui makanan, pernapasan, kulit, dll.
Ketika ada antigen asing yang masuk, tubuh akan meresponnya dengan memproduksi antibodi sebagai bentuk pertahanan (imunitas).
Sederhananya, antibodi adalah zat yang berisi memori untuk
mengidentifikasi antigen tertentu. Misal, “antibodi campak” untuk
mengidentifikasi “antigen campak”. Ketika ada antigen virus campak masuk
ke dalam tubuh kita, kalo tubuh udah punya antibodi campak (mungkin pas
kecil dikasih vaksinasi campak), eits, dengan cepat antibodi ini akan
menghidupkan
alarm system imunitas tubuh untuk langsung melawan virus campak tadi sebelum menginfeksi dan beneran membuat kita kena campak.
Jadi, udah bisa bedakan ya.
Antigen itu yang merangsang respon imun. Antibodi itu hasil produksi sistem imun untuk melawan antigen (asing).
Nah, makanya penting sekali untuk tubuh kita memiliki sebanyak mungkin
antibodi agar bisa mengidentifikasi sebanyak mungkin antigen yang
berpotensi menimbulkan kerusakan dalam tubuh kita.
TAPIII.. Tubuh kita TIDAK BISA punya antibodi yang sama dengan antigen pada permukaan sel darah.
Kalo darah lo udah punya antigen A, GA BOLEH banget darah lo punya antibodi anti-A.
Kenapa? Karena kalo begitu, dia akan nyerang tubuh lo sendiri. Kalo
antigen A ketemu antibodi anti-A, darahnya akan menggumpal (aglutinasi)
yang kemudian bisa berdampak kematian pada si pasien. Makanya orang
dengan antigen A (gol. darah A) punyanya antibodi anti-B, dan orang
dengan antigen B (gol.darah B) punyanya antibodi anti-A. Dengan
demikian, orang dengan gol.darah A ga bisa memberikan donor darah ke
orang gol.darah B, begitu juga sebaliknya.

Prinsip inilah yang di-
discover oleh Karl Landsteiner yang
kemudian menjadi dasar transfusi darah hingga kini. Gue harap sampe di
sini lo udah lumayan ngerti ya logikanya, jadi ga perlu lagi tuh lo
hafalin tabel transfusi darah
Tinjauan Ilmiah terhadap Konsep Kepribadian Golongan Darah
Oke, sekarang kita balik ke topik utama. Karena lo udah tau dasar
dari golongan darah, pertanyaan di atas mungkin bisa kita ganti jadi
begini:
Apakah benar protein di permukaan sel
darah merah, yang pada dasarnya berfungsi sebagai pemicu respon imun
tubuh, bisa digunakan untuk menentukan kepribadian seseorang?
Dengan cukup mudah, kita bisa sama-sama menalar bahwa jawabannya adalah
TIDAK BENAR!
Seperti yang udah gue jabarkan sebelumnya, antigen itu kaitannya ke
respon imunitas tubuh. Ga ada hubungannya sama dengan kepribadian
manusia yang kompleks. Kepribadian manusia dipengaruhi oleh kombinasi
antara faktor gen, sirkuit otak, level hormon, dan pengaruh lingkungan,
tapi sama sekali ga ada hubungannya dengan golongan darah!
Lo bakal dengan mudahnya menemukan orang dengan golongan darah yang sama, tapi memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Sudah banyak studi ilmiah yang mempertegas kontradiksi ini. Misalnya,
Kunher Wu dkk. (2005)
melakukan survei terhadap 2.681 siswa SMA di Taiwan untuk melihat
hubungan antara golongan darah dan kepribadian. Studi ini juga
memperhatikan faktor lain yang bisa menimbulkan bias pada jawaban
survei, seperti prestasi akademik, indeks massa tubuh, hingga
kepercayaan seseorang terhadap konsep golongan darah.
Studi ini tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kepribadian dan golongan darah.
Kengo Nawata (2014),
seorang psikolog sosial Jepang, menganalisis secara statistik kaitan
antara golongan darah dan kepribadian pada 10.000 orang Jepang dan
Amerika. Ia menemukan bahwa tidak ada relevansi antara golongan darah
dan kepribadian seseorang.
Studi di Australia (2003) juga sampai pada kesimpulan bahwa mengaitkan kepribadian seseorang dengan golongan darah tidak punya dasar yang valid.
Coba pikir baik-baik, jika kepribadian benar-benar ditentukan oleh
golongan darah (yang tidak dapat berubah, selalu tetap sejak lahir),
tidak akan mungkin kepribadian orang bisa berubah. Padahal kita tahu
bahwa kepribadian orang dapat berubah, entah itu karena pengalaman hidup
atau perubahan budaya. Katakanlah, Seto udah terbiasa dengan budaya
Indonesia yang agak
laidback (santai kemalas-malasan) berubah
jadi super disiplin ketika sekolah/kerja di negara yang disiplinnya oke,
seperti Singapur, Jerman, atau Jepang. Sistem kepribadian berdasarkan
golongan darah gagal menjelaskan kepribadian manusia yang dinamis dan
fleksible.
Lalu kenapa kok sistem golongan darah itu kayaknya benar? Kok sepertinya cocok dengan kepribadian gue?
Untuk menjawab pertanyaan ini, gue saranin banget lo baca tulisan gue sebelumnya tentang
Ramalan Astrologi : Beneran atau Omong Kosong doang? untuk tau apa itu kesalahan logika (
logical fallacy) dalam bentuk validasi subjektif/bias selektif/
cherry picking. Alasan kenapa pembagian kepribadian berdasarkan golongan darah kayaknya benar, semata-mata karena kekeliruan dalam berpikir (logical fallacy).
Validasi subjektif/bias selektif adalah kecenderungan orang untuk
menganggap sepotong informasi menjadi benar jika memiliki makna pribadi
atau penting bagi mereka. Hal ini layaknya memanen buah ceri, dipilih
yang bagus dan sudah ranum saja. Orang dengan kesalahan logika ini tidak
memedulikan kasus atau informasi lain jika bertolak belakang dengan
kepercayaannya. Sekalinya ada komik golongan darah yang lo rasa ngena
banget dengan diri, lo klik “Share” dan tulis status heboh, “
Wah bener banget nih”. Tapi sekalinya ada deskripsi yang kurang ngena ke lo, ya lo lanjut aja gitu
scroll ke
timeline bawah.
Sejarah Penggunaan Golongan Darah untuk Membaca Kepribadian
Ide mengelompokkan karakter manusia berdasarkan golongan darah
bermula
di Eropa pada 1880-1920an dengan motif rasisme. Pada era tersebut,
sebagian ilmuwan mencoba meneliti distribusi golongan darah untuk
membuktikan bahwa suatu ras lebih superior daripada ras lain. Usaha
semacam ini (
rasisme ilmiah[1]) lumayan banyak dilakukan oleh saintis masa itu untuk menjustifikasi
Imperialisme Baru.
Dilanjutkan oleh Takeji Furukawa, seorang pengajar di sekolah keguruan
Tokyo, yang meluncurkan makalahnya pada 1927. Sayangnya, makalah
Furukawa hanya melakukan penyelidikan pada 10-20 orang saja sehingga
cacat secara statistik. Namun, ide ini sudah tersebar luas duluan di
Jepang bahkan pemerintah militer Jepang saat itu menginginkan studi
lebih lanjut agar bisa “menciptakan” prajurit yang ideal.
Ide Furukawa dihidupkan kembali pada 1970-an oleh sebuah buku karya
Masahiko Nomi, seorang wartawan yang tidak memiliki latar belakang
medis. Sebenarnya ga apa-apa aja sih, seorang non-ilmuwan membangun
argumen dan menerbitkan buku dengan istilah2 sains, asalkan ia bisa
menerangkan dan menyertakan referensi2 ilmiah yang valid. Namun, konsep
yang dibangun di buku itu sangat
menyalahi metode ilmiah,
seperti tidak adanya data kuantitatif, melanggar aturan statistik,
menyajikan hasil yang tidak konsisten, metodologinya lemah, tidak
mengontrol variabel pengganggu, tidak ada analisis multivarian, dll.
Masahiko menerima banyak kritik dari para psikolog Jepang. Sayangnya,
bukunya sudah keburu populer.
Popularitas Penggunaan Golongan Darah untuk Membaca Kepribadian
Kini, kategorisasi kepribadian berdasarkan golongan darah sudah cukup
mengakar di kebudayaan Jepang. Bahkan, masyarakat Jepang sudah punya
istilah sendiri untuk hal ini, yaitu
ketsueki-gata.
Survey pada 2008 menunjukkan 75% masyarakat Jepang memercayai konsep ini.
Walaupun sekarang sudah banyak pengembangannya pada detil interaksi
kehidupan sehari-hari, sebagai gambaran aja, berikut deskripsi umum
kepribadian berdasarkan golongan darah yang banyak dipercaya orang
Jepang.
> Golongan Darah O: Samurai yang Berkemauan Keras (30% populasi Jepang)
Golongan darah O berusaha untuk menjadi pahlawan pada setiap situasi. O
adalah pemimpin yang alami dan selalu berusaha menyenangkan hati orang
lain. Mereka sangat kompetitif dan pekerja keras.
> Golongan Darah A: Pekerja Ideal yang Berperilaku Baik (40% populasi Jepang)
Golongan darah A merupakan role model sempurna karena mereka selalu
berusaha untuk sukses, kebaikan, dan bersikap sopan. Meskipun A bisa
gampang stres dan mencemaskan banyak hal, A akan mencoba untuk tetap
bersama-sama dan melakukan yang terbaik yang mereka bisa demi ketertiban
dan demi orang yang mereka cintai selama situasi krisis.
> Golongan Darah AB: Seniman Sensitif (10% populasi Jepang)
AB begitu unik layaknya variety show di televisi. Mereka terkenal dengan
kepribadian gandanya, kadang malu2 kadang supel, kadang rasional kadang
irasional, kadang tenang kadang gila. AB adalah bola energi yang tak
terduga.
> Golongan Darah B: Pedagang Bersahaja dan Rebel (20% populasi Jepang)
Golongan darah B adalah pemberontak yang tidak bisa dijinakkan (makanya
mungkin kurang cocok kerja di perusahaan, lebih baik kerja sendiri
sebagai pedagang). Punya semangat dan fokus yang tinggi, B sangat
ambisius yang punya impian besar. Meskipun mereka bisa kasar, keras
kepala, dan sulit untuk bergaul, B selalu menjadi dirinya sendiri tidak
peduli apa yang dikatakan dunia.
Ketsueki-gata telah merasuki berbagai sendi masyarakat
Jepang, dari urusan cinta hingga karir. Pada edisi 1990 di Harian Asahi,
surat kabar nasional Jepang, Mitsubishi Electronics mengumumkan bahwa
tim mereka seluruhnya terdiri dari tipe pekerja AB yang telah dipilih
karena "kemampuan mereka untuk membuat rencana." Tidak sedikit
perusahaan di Jepang yang menanyakan golongan darah pada saat wawancara
dengan calon karyawan. Konyol kan? Ternyata pseudosains gak cuma
berkembang di negara berkembang tapi juga di negara maju, hehe..
Bahkan dalam beberapa kasus, ada kelas-kelas TK di Jepang kadang
dibagi berdasarkan golongan darah sehingga diharapkan teknik pengajaran
dapat disesuaikan dengan kepribadian individu. Dalam percintaan, banyak
biro jodoh yang menawarkan jasa perhitungan kecocokan dengan pasangan
berdasarkan glongan darah. Tanpa jasa biro jodoh pun, kawula muda Jepang
juga saling bertukar informasi golongan darah mereka pada kencan
pertama. Saking pentingnya untuk mengenali karakter orang lain,
masyarakat Jepang suka
shock kalo ada bule (warga negara asing), lagi singgah/kerja di Jepang, yang ga tau golongan darah sendiri, “
Kok Anda bisa tidak tahu golongan darah Anda? Ah, Anda pasti A, kan?!”
Ketsuiki-gata pun merupakan bisnis yang laku di Jepang. Pada 2008, empat dari buku
top best seller di
Jepang adalah buku pedoman kepribadian berdasarkan golongan darah. Lo
juga pasti lumayan sering melihat topik ini di berbagai
manga atau
anime Jepang.
Pengaruh
ketsueki-gata juga menyebar ke negara tetangga, seperti Korea Selatan dan Taiwan. Untuk penggemar KPop, mungkin tau dengan
boyband B1A4. Nama
boyband ini menggambarkan bahwa empat personilnya bergolongan darah A, dan satu lagi B. Ada juga film
My Boyfriend is Type B
tentang seorang cewek yang disarankan tidak berkencan dengan seorang
cowok karena golongan darahnya. Oiya, buku yang gue liat di toko buku
waktu itu kalo ga salah juga terbitan Korea -__-“
Kenapa Konsep Ini Masih Populer?
Walaupun komunitas sains di Jepang sudah berupaya berulang kali untuk menegaskan bahwa tidak ada landasan ilmiah untuk
ketsueki-gata, konsep ini terus saja populer di kebudayaan Jepang. Kenapa? Mungkin
sesungguhnya
mereka tau sisi sainsnya. Tapi mereka lebih melihat keuntungan sosial
buat diri sendiri. Golongan darah merupakan topik pembicaraan yang
nyaman. Konsep ini memiliki daya tarik sebagai prediktor perilaku dan
nasib orang lain. Biasanya untuk mengenali orang lain lebih dalam, kita
perlu banyak-banyak berinteraksi dengan orang itu.
Ketsueki-gata
dapat berperan sebagai pihak ketiga yang dapat diandalkan untuk
menghindari interaksi dan pemikiran yang kompleks dalam mengenali orang
baru. Karena sudah menjadi
stereotype yang kuat, orang Jepang justru malah balik menggunakan
ketsueki-gata untuk memahami dan menggambarkan dirinya lebih dalam. Tanpa sadar, mereka berperilaku sesuai dengan deskripsi (
stereotype)
ketsueki-gata agar dapat diterima oleh masyarakat banyak yang menyetujui konsep ini. Ini adalah bentuk dari
self-fulfilling prophecy [2].
Dampak Negatif dari Ketsueki-Gata
Sayangnya, penggunaan
ketsueki-gata ini ada sisi negatifnya, yaitu diskriminasi dan
prejudice.
Pada 2006,
New York Times
melaporkan keanehan: hampir semua pemain bisbol Amerika kelahiran
Jepang (kecuali untuk Ichiro Suzuki) bergolongan darah O. Budaya Jepang
melihat kelompok gol.darah O sebagai tipe "pejuang/samurai pemberani".
Jadi mereka percaya kalo ada atlet yang tidak bergolongan darah O, bakal
sulit “menjual” pemain itu ke penggemar. Wah padahal kan, tiap orang,
terlepas dari golongan darahnya apa, seharusnya punya kesempatan yang
sama ya untuk berkarya. Tim
softball perempuan yang memenangkan emas untuk Jepang di Olimpiade Beijing (2008) juga
dilaporkan menggunakan
ketsueki-gata untuk menyesuaikan pelatihan untuk setiap pemain.
Kepercayaan tidak berdasar ini bahkan mempengaruhi politik. Salah
satu mantan perdana menteri Jepang, Taro Aso, menganggap cukup penting
untuk mengungkapkan di profil resminya bahwa dia bergolongan darah A,
sementara saingan oposisinya, Ichiro Ozawa, bergolongan darah B. Pada
2011, seorang menteri di Jepang, Ryu Matsumoto, dipaksa mengundurkan
diri, ketika pernyataan keras dan kasarnya kepada pejabat lokal
ditayangkan di televisi nasional. Dalam pidato pengunduran dirinya, ia
menyalahkan sikapnya yang emosional itu pada kenyataan bahwa ia
bergolongan darah B. Huahaha... konyol juga ya?

Selain itu, ada banyak laporan bahwa penggunaan
katsueki-gata telah mengakibatkan
kasus intimidasi di lingkungan TK,
bullying
pada orang dengan gol.darah AB (kelompok minoritas 10% di Jepang) di
lingkungan SMA, hilangnya kesempatan berkarir, hingga berakhirnya
hubungan asmara yang bahagia hanya karena masalah golongan darah.
Masalah sosial ini bahkan sudah punya istilah khusus, yaitu pelecehan golongan darah atau bura hara.
Konsep tanpa dasar ini mendorong orang untuk menilai orang lain
secara terburu-buru berdasarkan golongan darah, tanpa mencoba untuk
memahami mereka lebih dalam sebagai manusia. Ini ga ada bedanya
dengan rasisme yang menjustifikasi orang berdasarkan latar belakang ras
atau warna kulit.
Di Indonesia sendiri, penggunaan kategorisasi kepribadian berdasarkan
golongan darah kemungkinan besar masih pada level lucu-lucuan. Tapi apa
yang berlaku di Jepang adalah contoh nyata, suatu konsep jika diseriusi
tanpa diiringi sikap kritis bisa menimbulkan potensi bahaya sosial.
Bisa jadi, konteks diskriminasi yang terjadi di Indonesia itu terjadi
pada bentuk yang lain, tidak terlepas juga pada hal-hal yang membawa
istilah sains.
Bagaimana cara menghindarinya? Coba cari informasi yang mendasari gagasan itu.
Ketika
kita memahami betul apa fungsinya golongan darah secara mendasar, kita
bisa dengan mudah menalar bahwa golongan darah itu gak nyambung dengan
kepribadian.. Inilah salah satu gunanya dari
memahami ilmu bukan sekadar untuk mencari nilai. Mungkin sikap cuek terhadap
pseudosains ini
masih dianggap sepele. tapi bukan tidak mungkin, jika kesalahpahaman
akan fakta sains yang dibudidayakan dalam masyarakat beradab itu justru
nantinya akan melahirkan ketidakadilan bagi masyarakat itu sendiri.
****
Nah, mungkin ga terbayangkan sebelumnya, sesuatu yang keliatannya
simpel, jika ditelusuri dengan rasa penasaran mendalam, bisa nyambung ke
mana-mana. Siapa sangka, komik lucu yang terlihat tidak membahayakan
bisa
kita tarik balik ke era Imperialisme baru hingga masalah sosial di
Jepang. Gue tentunya sangat berharap tulisan ini bisa jadi bahan
renungan, bukan hanya untuk konsep golongan darah, melainkan juga untuk
konsep-konsep lain yang telah menjadi
stereotype dan menimbulkan ketidakadilan dalam hidup kita bermasyarakat.
Selain itu, gue harap tulisan gue juga bisa jadi cerminan pentingnya
rasa ingin tahu untuk memperkaya penalaran kita akan dunia ini. Oke deh,
gue akan tutup tulisan gue ini dengan meminjam
tagline yang dipake Kemendikbud pada 17 Agustus 2015 kemarin: Bernalar, Mencerahkan Republik!
non-block