Skenario Pemakzulan Jokowi oleh Koalisi Prabowo Gagal, Lahirkan Demokrasi Baru
Politik

Ninoy N Karundeng
Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya selengkapnyaSkenario Pemakzulan Jokowi oleh Koalisi Prabowo Gagal, Lahirkan Demokrasi Baru
OPINI | 10 December 2014 | 08:51
Dibaca:
1039
Komentar: 31
16
Skenario pemakzulan Presiden Jokowi
gagal. Namun, koalisi Prabowo melahirkan demokrasi baru. Masih ingat
perkataan Hashim yang akan menjungkalkan Presiden Jokowi? Masih ingat
tawaran Aburizal Bakrie dua minggu lalu yang menyampaikan kepada Agung
Laksono untuk memilih Ketua Umum Golkar pada Oktober 2015 sementara
Munas IX Golkar diadakan Desember 2014? Masih ingat gaya kampanye
Prabowo dengan tokoh sentralnya Fadli Zon dengan mengamini kekuatan
kampanye hitamnya? Itu rangkaian pernyataan yang terkait dengan rencana
pemakzulan Presiden Jokowi pada September - Oktober 2015. Bagaimana
rencana pemakzulan itu menjadi gagal dan mati suri muda dan justru
melahirkan para tokoh politik berkarakter khusus dan aneh? Mari kita
simak demokrasi urakan yang justru bukan memakzulkan Jokowi namun hanya
melahirkan tokoh-tokoh istimewa fenomenal yang menandai karakter
demokrasi (baca: demokrasi urakan) berdasarkan pengaruh Prabowo dengan
hati gembira ria bahagia senang sentosa.
Terima kasih Prabowo. Ada yang menarik
terkait Prabowo. Prabowo melahirkan tokoh Fadli Zon, Mahfud MD, Ical,
Nurul Arifin, dan SBY serta lainnya. Prabowo pun tercatat pernah
mewarnai demokrasi di Indonesia. Prabowo menjadi sosok yang menarik
selama enam bulan terakhir sejak kampanye pilpres sampai rontoknya
koalisi Prabowo bulan ini. Namun yang paling menarik adalah lahirnya
demokrasi urakan yang tergambarkan dalam koalisi Prabowo dengan
tokoh-tokoh di atas.
Prabowo pada masa kampanye mampu membangun
karakter seorang demokrat yang baru. Karakter Prabowo yang temperamental
pun memengaruhi sikap dan tabiat kesehariannya. Berawal dari kampanye
dengan kegagahan menunggang kuda di Senayan, menaiki jeep dengan
memeriksa barisan pasukan, mengendarai kendaraan mewah terbuka, diarak
dan digendong, memimpin upacara HUT Kemerdekaan tandingan, sampai
membentuk koalisi permanen.
Prabowo pun mengawali kampanye dengan cara
yang baru: menyerang langsung ke jantung sasaran. Yang diserang pun tak
tanggung-tanggung: Megawati yang dikatakan berkhianat. Tak hanya
Prabowo, juga Hashim menjadi corong nyata suara Prabowo yang mengungkit
dan mencerca perjanjian Batutulis antara Mega dan Pra. Selain mencerca
Mega, serangan langsung ke Mega dan Jokowi pun dilancarkan secara
sistematis dengan corong bicara paling manis dan hebat: Fadli Zon dengan
media sosial yang digawangi oleh Noudhy Valdryno - hallo Noudhy kalah
ya sama kami? - dengan Puisi Boneka yang disebar secara masif melalui
media sosial.
Mendapat angin surga dengan meroketnya
elektabilitas Prabowo dengan kampanye hitamnya, Noudhy Valdryno semakin
bersemangat. Maka lahirlah ribuan meme, karikatur, tautan, kartun,
pernyataan, fakta palsu, aneka macam model materi kampanye hitam melalui
media sosial. Kampanye hitam dianggap berhasil mendongkrak
elektabilitas Prabowo. Fadli Zon pun semakin bersemangat. Rob Allyn ahli
strategi kampanye hitam dari Amerika Serikat pun disewa oleh Prabowo.
Hasilnya?
Berbondong-bondong para tokoh
mengidentifikasi diri seperti Fadli Zon: keras, tegas, berani berbicara,
yakin menang, dan tampak berkuasa - sebagai gambaran ilusif, delusif
kehebatan Prabowo. Dari mulai Amien Rais, Mahfud MD, Aburizal Bakrie,
Tantowi Yahya, pengamat politik Siti Zuhro menyerang secara frontal
bahwa Jokowi tak pantas menjadi presiden dan akan kalah telak. Gambaran
kemenangan itu sampai merasuk menjadi semacam ilusi: muncul pernyataan
mendahului kehendak Tuhan yakni ‘tidak ada skenario kalah bagi Prabowo’.
Maka, keyakinan menang karena didukung oleh
PAN, Gerindra, PPP, PKS, Golkarr, PBB, dan Demokrat dengan mayoritas
kursi di parlemen 64%, menjadi semakin besar. Pun elektabilitas semakin
meningkat. Para tokoh partai dari mulai partai PKS sampai Golkar berebut
berbagi kursi ketika Prabowo nanti berkuasa. PKS mendapatkan 8 kursi
strategis kabinet. Golkar yang terakhir masuk mendukung Prabowo karena
sudah kehabisan kursi maka diberi hadiah berupa: Menteri Senior atau
sekelas Perdana Menteri. Wah-wah. Ya ya. Namun, mereka lupa membangun
basis dukungan pemilih dan strategi kampanye. Mereka lupa daratan karena
telah menguasai 80% media televisi dengan TVOne dan MNC Group,
sementara Jokowi hanya menguasai 8% media televisi MetroTV plus TVRI
yang setengah netral dengan 4% pangsa pasar pemirsa.
Perlawanan terhadap Prabowo oleh Jokowi pun
berlangsung. Denny JA pun turun gunung mendukung Jokowi dengan strategi
jitunya - Denny JA meloloskan SBY dua kali menang sebagai presiden.
Denny JA head to head dengan Rob Allyn. Cara Denny JA melawan kampanye
Prabowo adalah menjerumuskan kampanye hitam menjadi semakin dalam dan
menjadi trade-mark Prabowo. Hasilnya?
Dalam dua bulan pertama popularitas Prabowo
meningkat pesat mengejar popularitas Jokowi yang merosot tajam.
Kemenangan Prabowo dianggap keniscayaan. Maka lahirlah gaya komunikasi
demokrasi berbasis kekuatan, gaya demokrasi pamer kekuatan ala Fadli Zon
yang lugas. Tak puas dengan lahirnya kekuatan itu ditambah lagi dengan
Fahri Hamzah. Kurang kuat, maka Mahfud MD pun tampil menjadi sangat
tidak obyektif dengan menyebut debat capres Jokowi selalu kalah sampai
terjadi peristiwa Hatta Rajasa tak bisa membedakan Kalpataru dan Adipura
pun Mahfud MD masih mengalami delusi kemenangan Prabowo. MMD kehilangan
daya kritisnya sebagai cendekiawan dan mulai mengecam Jokowi secara
serampangan.
Di luar itu, lahirlah Suryadharma Ali yang
dengan tanpa malu dan menganggap diri benar dengan menjadi pentolan
mafia haji dan ditetapkan sebagai koruptor, selalu bersama-sama mengawal
Prabowo berjamaah sholat: upaya mendongkrak popularitas dengan atas
nama agama - yang kubu Jokowi juga pernah terpancing dengan memaksa
Jokowi menjadi imam sholat di PP Muhammadiyah. Pencitraan kedua capres
yang tak perlu gara-gara PKS yang mengompori Prabowo.
Demi memenangkan perang kampanye, utusan
corong Golkar pun dikirimkan. Lahirlah Nurul Arifin dengan
pernyataan-pernyataan politik pedas dan jorok seperti ‘mau muntah’,
‘menjijikkan’, dsb yang menggambarkan dirinya sebagai artis kelas paha
dengan akting kaku pada masanya. Tak cukup dengan Nurul, dikirimkanlah
Fahri Hamzah yang membawa gerbong PKS dan menguatkan dampak fenomena
Prabowo. Prabowo semakin berkibar-kibar dengan demokrasi urakannya
sampai Hashim pun setelah kekalahan pilpres menyatakan akan melakukan
pemakzulan terhadap Presiden Jokowi dalam 1,5 tahun setelah Jokowi
berkuasa.
Maka langkah-langkah strategis-politis
dengan masih menggunakan gaya politik demokrasi urakan dengan merebut
seluruh kelengkapan dan pimpinan DPR dan MPR. Tak disangka perlawanan
di DPR dan MPR melahirkan DPR Tandingan. Deadlock terjadi.
Koalisi Prabowo tetap merasa menang. Koalisi Prabowo tetap merasa di
atas angin. Namun senyatanya Jokowi melakukan penguatan politik dengan
merangkul TNI, Polri, KPK, BIN, Kejagung dan menguasai kekuasaan secara
nyata. Bargaining position pun dilakukan dengan merusak
kestabilan parpol PPP dan Golkar. Di ranah hukum dilakukan penegakan
hukum-politik dan politik-hukum dengan menyasar koalisi Prabowo.
Banyak kasus besar diangkat (1) Century
dengan Boediono dan SBY dan Hambalang ke Ibas, (2) lumpur Lapindo
diarahkan untuk melumpuhkan Ical secara ekonomi dan politik dan hukum,
(3) kasus HAM Munir yang diarahkan ke Om Hendropriyono yang sebenarnya
menyasar ke Prabowo, (4) kasus BLBI, (5) kasus kejahatan perbankan
seperti Bumi Resources dan Asian Agri yang terkait Ical, (6) kasus mafia
migas dengan menangkap KH Fuad Amin Imron, (7) serta kasus mafia migas
dan mafia haji yang melibatkan banyak pihak di DPR. Dengan pengangkatan
kasus ini membuat DPR melakukan kompromi dan pecah.
Konsolidasi kekuasaan dan strategi Jokowi
menghancurkan kisah demokrasi urakan. Bahkan rencana pemakzulan Jokowi
yang disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo pun dipastikan gagal total
meskipun Ical berusaha memenuhinya dengan Pilkada Langsung yang diyakini
akan menjadi alat pembangkangan publik ketika para kepala daerah
dikuasai oleh koalisi Prabowo. Skenario yang disampaikan oleh Nurdin
Halid merupakan rangkaian upaya strategi pemakzulan terhadap Presiden
Jokowi.
Itulah sebabnya koalisi Prabowo berupaya
keras - yang akhirnya rontok oleh strategi Jokowi melakukan konsolidasi
kekuasaan dan melakukan ancaman hukum kepada DPR dan koalisi Prabowo
yang dibuktikan - dan dengan gayanya tampak akan mampu secara solid
menjungkalkan Jokowi dengan berbagai pernyataan yang merendahkan Jokowi
yang disampaikan oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah serta Ical dan bahkan
Ibas. Keyakinan itu runtuh setelah Ical memecah-belah Golkar dengan
Nurdin Halid dan Aziz Syamsuddin terkait Perppu Pilkada yang ditolak
oleh Ical - yang belakangan setuju dan menyalahkan SBY.
Namun, fenomena Prabowo telah melahirkan
politikus penganut Demokrasi urakan dalam diri Adian Napitupulu, Effendi
Simbolon - yang diam setelah ditegur Mega dan menyadari terlarut dalam
politik dan keyakinan koalisi Prabowo bahwa Jokowi akan jatuh sehingga
Effendi mengambil posisi menyeberang - Fahri Hamzah, Fadli Zon, Hashim,
Nurul Arifin, Tantowi Yahya, Amien Rais, Idrus Marham dan tentu Mahfud
MD dan Ical serta SBY.
Jadi gagal menjungkalkan Jokowi, koalisi
Prabowo yang rontok telah menorehkan sejarah berupa lahirnya tokoh
politik dalam gaya demokrasi urakan di Indonesia.
Salam bahagia ala saya.
Tags: freez munasgolkar2014
Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.
Siapa yang menilai tulisan ini?
16
KOMENTAR BERDASARKAN :
Tulis Tanggapan Anda


10 December 2014 09:15:09
Yang saya amati politsi yg dekat dg Prabowo, citra mereka semakin rusak…Satu yang saya tunggu2 dari pemerintrashan Jokowi yaitu mengadili prabowo.
Numpang nempel bung ninoy…
http://m.kompasiana.com/post/read/709558/1/pks-menggali-kubur-di-liang-prahara-kmp.html
Laporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:26:44
Karena mengamalkan politik dan kekuasaan ilusif dan delusif ala Prabowo. Prabowo itu tidak memiliki kekuatan apa-apa kok diikuti. Malah memimpin koalisi permanen segala yang mau mengeroyok. Naluri manusia itu mencari makan, nah kalau kelaparan dan hanya mendapatkan penghasilan ilusi para anggota DPR tak kebagian kue ekonomi … menyadari itu ya rontok kalau cuma diberi janji dan gaya-gayaan urakan ala Prabowo dan Fadli Zon.Salam bahagia ala saya.
Laporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 14:14:29
Pelan tapi pasti ya..Baca juga ya artikel saya..
Laporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:21:49
banyak yg bikin sekenario tapi intinya cuma menghayal mas Ninoy karena hayalan yang lama gak jadi kenyataan jadinya bikin hayalan baru wkwkwkwnitip aja mas
http://politik.kompasiana.com/2014/12/10/ustadz-yusuf-mansur-belum-tabayun-sudah-emosional-709559.html
Laporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:28:41
Ya seperti komentar di atas untuk Bung Salman … hehehheheSalam bahagia ala saya … sebentar ya Jum’at pagi Ki Sabdopanditoratu menghasilkan ‘ramalan politik dan sesuatu yang nggegirisi’…. hehehhe
Laporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:26:46
Kumat migrenku baca tulisan Mas Ninoy ini..Laporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:30:09
Duh duh kasihan migren kayak Prabowo ya heheheh atau SBY wkwkwkwkLaporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:35:44
… endingnya, bikin ngakak:Jadi gagal menjungkalkan Jokowi, koalisi Prabowo yang rontok telah menorehkan sejarah berupa lahirnya tokoh politik dalam gaya demokrasi urakan di Indonesia.
Salam bahagiaaaaa jugaaaa
Laporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:38:18
Hihihihihi yang ditertawai oleh bahkan oleh bayi-bayi yang belum lahir dan masih di kandungan …kekekkekekLaporkan Komentar
0
Balas
10 December 2014 09:36:22
… dan sampai sekrang simpatisan kmp di medsos termasuk k msh menganggap pak presiden sbg polos bin lugu yg gampang dikendalikan lingkaran dalamnya, yang akan dengan gampang digulingkan (setahun dua tahun tiga tahun lagi?) … tidak melihat REAL kekuasaan skg di tangan siapa hihihihiaktual bung ninoy
Laporkan Komentar
0
Balas