Presiden Jokowi Tak Tahu Pembahasan Revisi UU KPK Berlanjut di DPR
Presiden Jokowi Tak Tahu Pembahasan Revisi UU KPK Berlanjut di DPR
Rabu, 7 Oktober 2015 | 23:05 WIB
Teten MasdukiTerkait
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo
(Jokowi) rupanya tidak mengetahui adanya kelanjutan pembahasan revisi
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pada bulan Juni lalu, Jokowi menolak adanya revisi itu dan memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menariknya dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Semenjak itu, Presiden pun tak pernah lagi menyinggung soal revisi UU KPK.
"Saya tadi hanya dipanggil oleh Pak Presiden untuk menanyakan apa betul ada Revisi UU KPK di DPR? Begitu. Jadi belum tahu persisnya seperti apa," ujar Kepala Staf Presiden Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (7/10/2015).
Menurut dia, Istana belum mendapatkan informasi pasti soal pembahasan revisi UU KPK di DPR itu. Maka dari itu, Presiden memerintahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk memberikan penjelasan soal kelanjutan revisi itu. Lebih lanjut, Teten mengungkapkan bahwa sikap Presiden Jokowi sudah cukup jelas terkait dengan revisi UU KPK. Presiden menilai UU KPK belum perlu untuk diubah.
"Presiden sudah sampaikan bahwa tidak menyetujui usulan revisi UU KPK. Dan sampai saat ini Presiden tidak pernah melakukan pembahasan lagi," katanya.
Saat ditanyakan soal draf RUU KPK yang disebut sama seperti yang disampaikan pemerintah, Teten mengaku Presiden belum mendapat informasi itu karena Presiden sudah menolak adanya revisi. Maka dari itu, Istana pun akan menunggu kepastian soal asal-muasal kelanjutan pembahasan revisi ini melalui Menkumham dan Mensesneg.
Pada bulan Juni lalu, dimasukkannya pembahasan revisi UU KPK dalam Prolegnas 2015 sempat menimbulkan polemik. Menkumham Yasonna Laoly yang mengusulkan percepatan itu pun mendapat kritik hingga akhirnya Presiden Jokowi menyatakan tak akan merevisi UU itu. Teten yang ketika itu menjadi Tim Komunikasi Presiden menuturkan bahwa Presiden menganggap revisi justru melemahkan KPK.
"Tidak ada alasan untuk merevisi karena memperkuat KPK itu sekarang justru penting. Revisi itu akan memperlemah (KPK)," kata Teten, di Istana Presiden, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Penolakan Presiden Jokowi pada revisi UU KPK juga harus diikuti oleh DPR dengan mencabut rencana revisi UU itu dari Program Legislasi Nasional DPR tahun 2015. Namun, rencana itu hingga pertengahan bulan Juni 2015 tak juga terealisasi karena pimpinan DPR belum menerima surat resmi dari pemerintah.
Pada bulan Juni lalu, Jokowi menolak adanya revisi itu dan memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menariknya dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Semenjak itu, Presiden pun tak pernah lagi menyinggung soal revisi UU KPK.
"Saya tadi hanya dipanggil oleh Pak Presiden untuk menanyakan apa betul ada Revisi UU KPK di DPR? Begitu. Jadi belum tahu persisnya seperti apa," ujar Kepala Staf Presiden Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (7/10/2015).
Menurut dia, Istana belum mendapatkan informasi pasti soal pembahasan revisi UU KPK di DPR itu. Maka dari itu, Presiden memerintahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk memberikan penjelasan soal kelanjutan revisi itu. Lebih lanjut, Teten mengungkapkan bahwa sikap Presiden Jokowi sudah cukup jelas terkait dengan revisi UU KPK. Presiden menilai UU KPK belum perlu untuk diubah.
"Presiden sudah sampaikan bahwa tidak menyetujui usulan revisi UU KPK. Dan sampai saat ini Presiden tidak pernah melakukan pembahasan lagi," katanya.
Saat ditanyakan soal draf RUU KPK yang disebut sama seperti yang disampaikan pemerintah, Teten mengaku Presiden belum mendapat informasi itu karena Presiden sudah menolak adanya revisi. Maka dari itu, Istana pun akan menunggu kepastian soal asal-muasal kelanjutan pembahasan revisi ini melalui Menkumham dan Mensesneg.
Pada bulan Juni lalu, dimasukkannya pembahasan revisi UU KPK dalam Prolegnas 2015 sempat menimbulkan polemik. Menkumham Yasonna Laoly yang mengusulkan percepatan itu pun mendapat kritik hingga akhirnya Presiden Jokowi menyatakan tak akan merevisi UU itu. Teten yang ketika itu menjadi Tim Komunikasi Presiden menuturkan bahwa Presiden menganggap revisi justru melemahkan KPK.
"Tidak ada alasan untuk merevisi karena memperkuat KPK itu sekarang justru penting. Revisi itu akan memperlemah (KPK)," kata Teten, di Istana Presiden, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Penolakan Presiden Jokowi pada revisi UU KPK juga harus diikuti oleh DPR dengan mencabut rencana revisi UU itu dari Program Legislasi Nasional DPR tahun 2015. Namun, rencana itu hingga pertengahan bulan Juni 2015 tak juga terealisasi karena pimpinan DPR belum menerima surat resmi dari pemerintah.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
| Penulis | : Sabrina Asril |
| Editor | : Fidel Ali |
-
Mohd
Kamis, 8 Oktober 2015 | 10:22 WIBKalo bener masalahnya pada Laoly, berani ga JKW memecat Laoly dari kursi Menteri KumHAM sekaligus membuktikan bahwa presiden memang benar2 serius menarik draft revisi UU KPK ? Kalo ga brani, artinya, spt biasa, aslinya itu kesalahan presiden yg ditimpakan ke pihak laen.
-
feryanto achmad
Kamis, 8 Oktober 2015 | 09:37 WIBSelalu begitu, "ndak tau", "belum adaninformasilah". Ayolah pak presiden, berani bersikap dikitlah, jangan selalu main dua kaki. Masak kalah sama anggita sari yg berani ngaku..
-
Nama akun ini disensor
Kamis, 8 Oktober 2015 | 09:04 WIBJika presiden benar tidak tahu adanya pembahasan revisi UU KPK, maka jelas ada masalah koordinasi di pemerintahan. Tidak heran jika kerap terjadi kegaduhan politik. Jika Jokowi serius menolak revisi UU KPK, maka harus segera menegaskan sikapnya. Revisi UU KPK hanya proyek koruptor busuk yg ketakutan
-
mejiwa laia
Kamis, 8 Oktober 2015 | 08:51 WIBsaya engga yakin seorang jokowi akan melemahkan KPK.tp yg menyusup dlm pemerintahan,mrk yg hrs dipecat.bravo pak jokowi,tolak revisi KPK,bubarkan DPR/DPRD,reformasi partai politik,bentuk parlemen bayangan.para dhewan saat ini,bodoh semua,maunya mencuri
-
mejiwa laia
Kamis, 8 Oktober 2015 | 08:48 WIBdan rakyat sdh tahu dibelakang smua pelemahan KPK ini.maka luhut,puan,laoli,tjahyo,anung mesti mundur.dan bubarkan DPR/DPRD,bentuk parlemen bayangan.tolak REVISI KPK,harga mati
-
mejiwa laia
Kamis, 8 Oktober 2015 | 08:40 WIBemang lembaga dhewan dan konco2nya di pemerintahan engga ada hormat dgn presiden sbg kepela negar/pemerintahan.publik bkn bodoh,ini dh zaman internet.smua faham draft baru itu,isinya jahananm semua utk melegalkan para koruptor.mana bs seperti itu.tolak revisi baru KPK,bubarkan DPR/DPRD.
-
Bambang Riyanto
Kamis, 8 Oktober 2015 | 08:37 WIBDPR tak ada prestasi. Selama 1 th yang dibahas masalah yang menyangkut lembaga itu sendiri, tunjangan, pembangunan gedung, studi banding, gaji, uang aspirasi, yg semuanya hanya akal-akalan untuk menarik uang dari negara tuk kepentingan pribadi
-

Abdurahman Shaleh